Cerita Mistis Gunung Agung Yang Memiliki Banyak Pantangan
Cerita mistis gunung agung merupakan salah satu tempat yang keramat yang diyakini oleh warga bali, karena tempat ini diyakini sebagai tempat suci yang dimana telah diyakini dengan keagamaan bagi orang Hindu.
Sampai saat ini, gunung agung masih menyimpan begitu banyak cerita misteri yang sampai saat ini masih diyakini oleh warga setempat. Oleh karena itu, jika anda ingin mendaki tempat ini. Maka secara terlebih dahulu mengetahui pantangan serta larangan yang diyakini oleh penduduk setempat.
Berbagai Cerita Mistis Dan Pantangan di Gunung Agung
Gunung Agung merupakan tempat pendakian yang cukup banyak dimintai oleh para pendaki untuk menguji tantangan mendakui. Namun, tempat ini juga memiliki banyak cerita mistis yang berkaitan dengan kepercayaan, tradisi, dan mitos yang ada di sekitarnya. Berikut dibawah ini kami akan memberitahukan berbagai cerita mistis di gunung agung :
1. Misteri Kera Putih
Cerita mistis Gunung Agung mengenai misteri kera putih adalah salah satu cerita mistis yang berkaitan dengan gunung berapi tertinggi di Bali, yang dianggap suci oleh masyarakat setempat. Kera putih atau bojong putih adalah hewan yang dipercaya sebagai utusan dari Ida Batara, penjaga Gunung Agung.
Kera putih dalam ajaran Hindu juga dikaitkan dengan sosok Hanoman, pelayan setia Dewa Rama yang terkenal dengan kesaktiannya. Hanoman digambarkan sebagai kera berwarna putih yang mampu terbang dan membawa hal yang baik.
Misteri kera putih di Gunung Agung masih dipercayai oleh banyak orang, meskipun belum ada bukti ilmiah yang mendukungnya. Beberapa orang mengklaim pernah melihat kera putih saat mendaki gunung atau saat mengikuti upacara di pura. Namun, ada juga yang menganggap kera putih sebagai hewan biasa yang kebetulan berwarna putih.
2. Membawa Makanan ke Gunung Harus Berjumlah Genap
Membawa makanan berjumlah genap merupakan salah satu aturan yang harus dipatuhi oleh para pendaki yang ingin menaiki gunung suci di Bali ini. Alasannya tidak lain karena hal ini berkaitan dengan konsep keseimbangan atau harmoni yang dianut oleh masyarakat Bali. Mereka percaya bahwa membawa makanan dengan jumlah genap akan menciptakan keserasian antara manusia, alam, dan dewa. Jika membawa makanan dengan jumlah ganjil, maka akan ada yang menggenapi, yang bisa berarti makhluk halus atau penunggu gunung. Oleh karena itu, para pendaki harus memperhatikan jumlah makanan yang dibawa saat mendaki Gunung Agung.
3. Dilarang Membawa Daging Sapi
Dilarang membawa daging sapi di Gunung Agung adalah salah satu pantangan yang harus dipatuhi oleh para pendaki yang ingin menaiki gunung suci di Bali ini. Alasannya adalah karena sapi adalah binatang suci bagi agama Hindu, yang merupakan simbol kesejahteraan dan kehidupan. Sapi dianggap sebagai hewan yang dekat dengan dewa dan harus dihormati.
Ada juga cerita bahwa orang yang memiliki ilmu spiritual tinggi bisa menemukan sapi hitam besar saat mendaki Gunung Agung, yang merupakan manifestasi dari Ida Bhatara. Oleh karena itu, para pendaki harus menghindari membawa daging sapi ke Gunung Agung, karena bisa menimbulkan bahaya atau gangguan saat mendaki.
Baca Juga : Kekejaman Orde Baru Yang Kerap Luput Dari Perhatian
4. Ketika Mendaki Harus Ditemani Orang Suci
Keyakinan ini merupakan salah satu kepercayaan dan mitos yang berkaitan dengan gunung berapi tertinggi di Bali, yang dianggap suci oleh masyarakat setempat. Hal ini bertujuan untuk menghormati dan memohon restu kepada para dewa dan penunggu gunung, yang dipercaya bersemayam di sana.
Mendaki Gunung Agung tanpa ditemani orang suci dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan dan bisa menimbulkan kemarahan atau bencana. Oleh karena itu, tidak sembarang orang bisa mendaki gunung ini tanpa izin.
5. Anjing Penunjuk Jalan
Cerita hewab ini merupakan salah satu fenomena yang sering dialami oleh para pendaki yang menaiki gunung berapi suci di Bali ini. Anjing-anjing ini biasanya berwarna hitam dan putih, dan dianggap sebagai penjaga atau pemandu gunung. Konon, anjing-anjing ini akan menunjukkan jalan yang benar menuju puncak, terutama saat pendaki tersesat atau menghadapi bahaya.
Menurut Ceritayoo, anjing-anjing ini adalah manifestasi dari Ida Batara, penjaga Gunung Agung, atau Hanoman, pelayan setia Dewa Rama yang berwujud kera putih. Banyak pendaki yang mengaku pernah diselamatkan atau ditemani oleh anjing-anjing ini saat mendaki Gunung Agung.
Salah satunya adalah Ni Made Taman, yang menulis kisahnya di Facebook. Ia mengaku ditemani oleh anjing bernama Jhoni, yang setia mengikuti rombongannya dari bawah hingga ke puncak dan turun kembali di Pura Besakih.
6. Dilarang Memakai Baju Warna Merah dan Hijau
Larangan ini merupakan salah satu pantangan yang harus dipatuhi oleh para pendaki yang ingin menaiki gunung suci di Bali ini. Alasannya adalah karena warna merah dan hijau dianggap sebagai warna tabu yang bisa menimbulkan kemarahan atau bencana.
Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, warna merah melambangkan darah dan api, yang bisa menimbulkan bencana. Warna hijau melambangkan tanaman dan hutan, yang bisa menarik perhatian makhluk halus yang tinggal di sana. Oleh karena itu, para pendaki harus menghindari memakai baju warna merah dan hijau saat mendaki Gunung Agung, karena bisa menimbulkan bahaya atau gangguan saat mendaki.
Berbagai Ritual Gunung Agung
Selain terdapat pantangan dan cerita mistisnya, digunung agung ini juga terdapat beberapa ritual yang merupakan gunung suci bagi masyarakat Hindu Bali. Berikut adalah beberapa contoh festival atau ritual tersebut:
Pakelem
Ritual Pakelem adalah ritual korban suci berbagai jenis binatang, seperti kambing, ayam, dan bebek, yang dilakukan di puncak kawah Gunung Agung, danau, laut, atau samudra. Acara ritual ini bertujuan untuk memohon kerahayuan jagad (ketentraman) Pulau Bali, terutama saat gunung mengalami aktivitas vulkanik yang tinggi. Ritual ini juga merupakan bagian dari upacara bhuta yadnya, yang merupakan implementasi dari ajaran Sad Kerthi, yang menggambarkan harmonisasi antara makhluk hidup, alam, dan Sang Pencipta.
Acara Ritual Pakelem biasanya dilakukan setiap tahun, terutama sehari sebelum hari suci Nyepi, yang merupakan hari raya Hindu di Bali. Ritual ini digelar di berbagai tempat yang dianggap suci dan menjadi sumber kehidupan, seperti Pura Besakih, Pura Ulun Danu, Pura Segara, dan lainnya. Ritual ini diikuti oleh ribuan umat Hindu dari berbagai daerah di Bali, yang membawa sesaji berupa bunga, buah-buahan, dan kue-kue tradisional.
Pengelempana
Ritual Pengelempana biasanya dilakukan saat Gunung Agung mengalami peningkatan aktivitas vulkanik yang mengancam Pulau Bali. Acara Ritual ini melibatkan ribuan umat Hindu dari berbagai daerah di Bali, yang membawa sesaji berupa bunga, buah-buahan, dan kue-kue tradisional. Ritual ini juga merupakan bagian dari upacara bhuta yadnya, yang merupakan implementasi dari ajaran Sad Kerthi, yang menggambarkan harmonisasi antara makhluk hidup, alam, dan Sang Pencipta.
Karya Pujawali
Ritual Karya Pujawali adalah ritual penghormatan kepada para dewa dan leluhur yang dilakukan di pura-pura di Bali, terutama di Pura Besakih, yang merupakan pura terbesar dan terpenting di Bali, yang terletak di lereng Gunung Agung. Acara Ritual ini biasanya dilakukan setiap tahun, sesuai dengan kalender Bali, yang berbeda dengan kalender Masehi.
Ritual Karya Pujawali memiliki berbagai macam bentuk dan nama, tergantung pada pura, waktu, dan tujuannya. Beberapa contoh ritual Karya Pujawali adalah:
- Bhatara Turun Kabeh. Ritual ini dilakukan di Pura Besakih, yang merupakan pura induk dari semua pura di Bali. Ritual ini digelar setiap tahun pada purnama Sasih Kedasa, yang biasanya jatuh pada bulan Maret atau April. Ritual ini merupakan perayaan turunnya semua dewa dari kayangan ke bumi, untuk memberikan berkah dan anugerah kepada umat.
- Ngusaba Kedasa. Ritual ini dilakukan di Pura Ulun Danu Batur, yang merupakan pura yang menghormati Dewi Danu, dewi air dan kesuburan. Ritual ini digelar setiap tahun pada purnama Sasih Kedasa, yang biasanya jatuh pada bulan Maret atau April. Ritual ini merupakan perayaan panen padi dan buah-buahan, yang merupakan hasil berkat dari Dewi Danu.
- Galungan dan Kuningan. Ritual ini dilakukan di semua pura di Bali, terutama di pura keluarga atau pura kahyangan tiga. Ritual ini digelar setiap 210 hari, yang merupakan siklus kalender Bali. Ritual ini merupakan perayaan kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan), yang melambangkan pertempuran antara Rama dan Rahwana dalam wiracarita Ramayana Storyups.com.